Ulangan Gembala pergilah cepat-cepat menuju Betlehem. Pergilah mencari di Betlehem Sang Raja Israel. 1. Sang Sabda kini menjelma menjadi manusia. Lekaslah berjumpa dengan Tuhan, Almasih yang mulia. 2. Yang Mahatinggi dan kekal berkunjung di dunia. Lekaslah mencari Allah kekal yang datang di dunia. 3. Melainkanmereka telah menjelma menjadi makhluq penghuni surga. Tentu hukum-hukum fisika yang berlaku di dalam surga itu sama sekali berbeda dengan yang ada di dunia ini. Apa un yang ada di surga nanti memang semata-mata belum pernah dilihat mata manusia, belum pernah didengar telinga manusia dan belum pernah terlintas di benak seorang manusia. SelanjutnyaImam Ghazali menunjukkan secara ringkas, kenapa menampak Allah merupakan kebahagiaan terbesar yang bisa diperoleh manusia. ( Baca juga: Cinta Kepada Allah, Ibrahim: Wahai Izrail, Ambillah Nyawaku (1)) Pertama sekali, semua fakultas manusia memiliki fungsinya sendiri yang ingin dipuasi. Masing-masing punya kebaikannya sendiri, mulai Menurutal-Hallaj, Allah memberikan perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam karena pada diri Adam, Allah menjelma sebagaimana Dia menjelma (hulul) dalam diri Isa as. Paham bahwa Allah menjelma dalam diri Adam, berarti pula Allah menjadikan Adam sesuai dengan bentuk-Nya. Dengan kata lain, Adam itu adalah copy Tuhan. Paham ini berpangkal Teologiinkarnasi Firman Allah yang menjelma menjadi Kristus pada hakikatnya untuk mengaruniakan anugerah keselamatan Allah agar tercipta keselamatan yang total dan menyeluruh kepada umat manusia. Melalui inkarnasiNya, Allah di dalam Kristus berkenan memberikan diriNya agar manusia memperoleh hak waris kerajaan Allah. MengenalSiklus Tahun Liturgi. 1. Masa Adven. Masa Adven mulai pada hari Minggu keempat sebelum Natal. Natal selalu dirayakan pada tanggal 25 Desember. Selama masa Adven kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus dengan sebaik-baiknya. Adven berasal dari kata Latin Adventus , yang berarti kedatangan . AllahSwt kepada Maryam lalu Jibril As menjelma menjadi manusia yang utuh from LMFAO 1120 at SMAN 1 Malang. Study Resources. Main Menu; by School; by Literature Title; by Subject; by Study Guides; Textbook Solutions Expert Tutors Earn. Allahmenjelma menjadi manusia dan mengorbankan diriNya sendiri sebagai anak domba yang tidak bercacat cela. Oleh karya penebusan Yesus di kayu salib sebagai Anak Domba Allah, maka dosa manusia sudah ditebus dan dibenarkan oleh Allah. Itulah cara Allah supaya manusia dapat berhubungan kembali dengan Allah. Allah menghapus dosa manusia BNeT. Pertanyaan “mengapa Allah menjadi manusia” yang terdapat dalam judul tersebut sebenarnya pernah diajukan oleh seorang Uskup Agung Cantebury yaitu Anselmus. Dalam hal ini Anselmus pernah menulis buku dengan judul “Cur Deus Homo” yang diterjemahkan menjadi “Mengapa Allah menjadi manusia”. Dalam pemikiran Anselmus, alasan mengapa Allah mau menjadi manusia karena Allah tidak dapat menutup realita dari kuasa dosa yang menguasai kehidupan manusia. Realita kuasa dosa dalam kehidupan manusia sangatlah melukai hatiNya. Dosa manusia telah melawan kekudusanNya. Padahal kekudusan Allah adalah seperti api yang menghanguskan Ibr. 1229. Itu sebabnya setiap dosa yang diperbuat oleh umat manusia seharusnya dibinasakan. Tetapi pada sisi lain, siapakah di antara umat manusia yang mampu hidup benar, kudus dan berkenan kepadaNya? Bukankah semua manusia telah berdosa dan tidak ada seorang pun yang benar di hadapan Allah Rom. 39-10? Berarti semua manusia telah berada di bawah hukuman dan murka Allah, sehingga tidak ada seorang pun yang mampu selamat. Apabila Allah memperhitungkan “prestasi rohani” manusia berupa perbuatan baik dan amal ibadah mereka, maka tidak ada seorang pun yang berhasil dan mampu menyelamatkan dirinya dari hukuman-Nya. Padahal pada sisi lain, Allah sangat mengasihi umat manusia. Hakikat Allah adalah kasih 1 Yoh. 48. Itu sebabnya Allah ingin mengampuni manusia. Untuk mewujudkan pengampunanNya tersebut Allah memutuskan untuk menjadi seorang manusia dengan tujuan agar Dia dapat menjadi korban yang mendamaikan. Allah bersedia untuk mengorbankan diri-Nya. Karena dosa berasal dari kehidupan umat manusia, maka pengorbanan yang dilakukan oleh Allah tersebut harus terjadi dalam sejarah kehidupan manusia, yaitu melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Sehingga melalui pengorbanan Kristus, Allah dapat menebus dan mengadakan pendamaian atas dosa umat manusia. Itu sebabnya di 2 Kor. 519 Rasul Paulus berkata “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka”. Apabila kita melihat pemikiran Anselmus yang mengajukan pertanyaan hakiki, yaitu “Mengapa Allah menjadi manusia?” maka kita dapat melihat dasar argumentasi yang utama dari Anselmus pada korban pendamaian yang telah dilakukan oleh Allah melalui karya penyaliban Kristus. Sebab melalui peristiwa salib, kematian Kristus dipakai dan ditentukan oleh Allah untuk menjadi korban yang mendamaikan. Pemahaman korban pendamaian dalam hukum Taurat disebut sebagai “syelamim”. Istilah “syelamim” berasal dari kata “syalom” yang berarti damai atau kesejahteraan. Selain itu istilah “syelamim” berasal pula dari kata “syilem” yang berarti melunasi hutang atau membawa nazar. Sehingga umat yang berdosa dianggap seperti seorang yang sedang berhutang kepada Allah. Itu sebabnya mereka harus membayar hutang mereka dengan korban “syelamim”, sehingga kemudian dapat terjadi karya pendamaian. Jadi melalui korban pendamaian syelamim dimaksudkan untuk memelihara dan memperbaiki hubungan antara umat yang berdosa dengan Allah, sehingga terwujudlah suatu keadaan damai-sejahtera dan selamat syalom. Namun dalam perkembangan teologia di kemudian hari makin disadari, bahwa korban pendamaian dengan Allah tidaklah mungkin digunakan hewan korban sebagaimana yang telah dilakukan umat Israel selama ini. Sebab bagaimana mungkin hewan korban dapat mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah yang kudus? Karena itu di Yes. 53 muncul gema nubuat tentang seorang hamba Tuhan yang hidup benar tetapi Dia menderita. Hamba Tuhan Ebed Yahweh tersebut ditentukan oleh Allah untuk menanggung kesalahan dan dosa umat manusia. Yes. 535-6 berkata “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”. Gambaran yang eskatologis tentang “Ebed Yahweh” di Yes. 53 tersebut dihayati oleh umat Kristen begitu sesuai dan tepat dengan seluruh kehidupan Kristus. Sehingga dengan penuh keyakinan dan iman, para rasul dan gereja perdana menyaksikan Kristus yang telah menderita dan wafat di atas kayu salib sesungguhnya adalah Messias yang telah ditentukan oleh Allah untuk menjadi korban pendamaian syelamim dengan umat manusia. Itu sebabnya dalam terjemahan “Hebrew Names Version” tahun 2000, 2Kor. 519 dinyatakan dengan “namely, that God was in Messiah reconciling the world to himself, not reckoning to them their trespasses, and having committed to us the word of reconciliation”. Pendamaian Allah dengan dunia ini dilakukan melalui Kristus yang adalah Messias, yang mana karya pendamaian Allah tersebut tidak memperhitungkan segala pelanggaran dan dosa manusia. Secara Alkitabiah sebenarnya kurang tepat menyatakan “Allah menjadi manusia”. Lebih tepat dalam penyataan Kristus, Allah melalui FirmanNya berkenan menjadi manusia. Itu sebabnya Yoh. 114 mengungkapkan “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Dalam pemikiran Alkitab disadari bahwa Firman Allah yang menjelma menjadi Kristus pada hakikatnya adalah Allah Yoh. 11. Tetapi pada sisi lain, Firman Allah tersebut berbeda dengan Allah. Allah dan Firman Allah memiliki keunikan-Nya sendiri. Sehingga berulangkali dalam Perjanjian Lama dinyatakan bahwa “Firman Tuhan” dabar Yahweh datang kepada nabi-nabi misalnya kepada nabi Yeremia Yer. 14, Hosea Hos. 11, Yunus Yun. 11, Mikha Mikh. 11, Zefanya Zef. 11. Dalam pemahaman teologis ini Firman Tuhan tetap dihayati sebagai pribadi Ilahi yang sehakikat dengan Allah. Sehingga alam semesta dapat terjadi karena diciptakan oleh Firman Allah Yoh. 13, Ibr. 113. Karena Kristus adalah inkarnasi dari Firman Allah yang menciptakan alam semesta dan manusia, tetapi manusia memberi respon untuk menolakNya, maka di Injil Yohanes menyaksikan, yaitu “Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya” Yoh. 110-11. Dengan demikian, teologi Kristen tetap mengakui bahwa terdapat kesatuan yang hakiki antara Allah dan Firman-Nya, serentak pula terdapat perbedaan di antara Allah dan Firman-Nya; sehingga dalam Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel menyatakan relasi yang unik, intim dan tiada taranya antara Allah dengan Kristus, yaitu “diperanakkan, bukan dibuat, sehakikat dengan sang Bapa, yang dengan perantaraan-Nya, segala sesuatu dibuat; yang telah turun dari sorga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita”. Teologi inkarnasi Firman Allah yang menjelma menjadi Kristus pada hakikatnya untuk mengaruniakan anugerah keselamatan Allah agar tercipta keselamatan yang total dan menyeluruh kepada umat manusia. Melalui inkarnasiNya, Allah di dalam Kristus berkenan memberikan diriNya agar manusia memperoleh hak waris kerajaan Allah. Jadi alasan utama mengapa Allah di dalam Kristus menjelma manusia adalah agar sejarah kehidupan manusia yang semula berada dalam belenggu kuasa kegelapan dapat menjadi medan dari karya keselamatan Allah, sehingga manusia yang percaya kepada Kristus akan dikaruniai jabatan sebagai “anak-anak Allah” Yoh. 112. Sehingga di dalam diri Kristus, sejarah kehidupan manusia dan realita kerajaan Allah dapat bertemu menjadi satu kenyataan hidup umat manusia. Apabila selama ini umat manusia gagal memperoleh keselamatan dan menjadi anak-anak Allah karena keterlibatan Firman Allah lebih banyak sebatas sebagai “wahyu Allah” yang memberi ilham tentang kehendak Allah dan hukum-hukumNya kepada umat manusia. Firman Tuhan yang tercakup dalam hukum Taurat sangatlah rohani, tetapi manusia dalam kodratnya sangatlah lemah dan berdosa Rom. 714; sehingga tidak ada seorang pun yang mampu memperoleh keselamatan dengan usaha, kekuatan, amal-ibadah atau prestasi rohaninya sendiri untuk melakukan firman Tuhan tersebut. Itu sebabnya apa yang tidak mampu dilakukan oleh manusia, itulah yang mampu dilakukan oleh Kristus bagi Allah. Di dalam kehidupan Kristus, Allah tidak hanya sekedar “berfirman dan memberi wahyu-Nya”; tetapi di dalam Kristus, Allah secara total dan personal hadir dalam realitas sejarah kehidupan umat manusia. Sehingga dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Tuhan Yesus dapat merasakan dan mengalami seluruh kelemahan-kelemahan manusiawi kita, tetapi hidupNya tetap kudus dan tanpa dosa lihat Ibr. 415. Konsekuensinya, hanya Kristus yang dapat menjadi satu-satunya pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang Ibr. 59. Sebab melalui Kristus, Allah berkenan melimpahkan kasih karuniaNya. Ibr. 416 berkata “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih-karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya”. Alasan mengapa “Allah menjadi manusia” dari sudut yang relasional yaitu bahwa di dalam Kristus, Allah yang Mahatinggi secara hakiki berkenan menjadi sahabat bagi umat manusia. Sebab dalam keberdosaan dan kefanaannya, umat manusia berada dalam situasi yang terasing dan terbuang. Manusia tidak hanya terasing dari sesama dan orang-orang di sekitarnya, tetapi dia juga terasing dengan dirinya sendiri dan terasing dengan Allah. Sehingga dengan keterasingan tersebut kehidupan manusia senantiasa ditandai oleh “keretakan-keretakan” spiritual yang membuat dia sering kehilangan makna dan tujuan hidupnya. Melalui Kristus, Allah menempatkan diriNya sama dan setara dengan umat manusia. Bahkan lebih dari pada itu, di dalam penderitaan dan kematian Kristus, Allah berkenan mengosongkan diriNya untuk menjadi seorang hamba yang menderita dan mengalami perlakuan yang sewenang-wenang, kejam dan tidak adil. Tujuannya agar di dalam Kristus, Allah dapat merasakan pula seluruh penderitaan setiap orang yang tidak berdaya. Sehingga di dalam Kristus, Allah yang jauh menjadi Allah yang sangat dekat. Dia hadir dalam realitas hidup manusia. Sangatlah tepat rasul Paulus berkata tentang Kristus, yaitu “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh” sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai-sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan” Ef. 213-14. Melalui Kristus, realita eksistensial berupa “keretakan-keretakan spiritual” yang memisahkan manusia dengan dirinya, sesama dan Allah dapat direkatkan menjadi suatu hubungan yang harmonis, yaitu damai-sejahtera Allah. Umat manusia tidak lagi berada di bawah kuasa dosa. Kita tidak lagi hidup sebagai seorang hamba, tetapi kita disebut oleh Kristus sebagai “sahabat-sahabat-Nya”. Di Yoh. 1515, Tuhan Yesus berkata “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari BapaKu”. Selama ini sejarah dan kehidupan manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang serba duniawi, sedang realitas yang berkenaan Allah seperti agama dan ibadah sebagai sesuatu yang rohaniah. Filsafat Neo-Platonisme dalam kurun waktu yang sangat panjang telah berhasil membangun suatu paradigma dan pola hidup yang serba dualistis, yaitu antara dunia materi dan dunia roh. Pekerjaan, profesi atau karier merupakan bentuk dari materi yang duniawi. Sedang segala hal yang berkaitan dengan ibadah dan keagamaan dianggap sebagai serba rohaniah. Itu sebabnya teologia yang dipengaruhi oleh neo-Platonisme mendorong agar umat meninggalkan pekerjaan “duniawinya” dan beralih menjadi seorang “hamba Tuhan”. Padahal Allah yang menjadi manusia di dalam Kristus, justru bertujuan untuk menguduskan seluruh dunia “materi”, sehingga di dalam Kristus tidak ada lagi paradigma atau pola hidup yang serba dualistis. Selama 30 tahun Kristus berprofesi sebagai “anak tukang kayu”. Maknanya adalah bahwa pekerjaan tukang kayu yang pada zaman itu dianggap kurang terhormat dan kurang suci; justru kini di dalam terang Kristus semua pekerjaan yang dianggap “duniawi” tersebut menjadi suatu pekerjaan yang setara dan sama sucinya dengan pekerjaan seorang Imam atau Ahli Taurat. Dalam hal ini Martin Luther dengan teologi “Imamat Am Orang Percaya” menegaskan bahwa jabatan seorang Imam atau pastor dan pendeta tidak lebih mulia dari pada jabatan atau profesi seorang “awam”. Semua orang dalam setiap jabatan atau profesinya adalah seorang Imam. Dengan demikian, melalui inkarnasi Kristus, Allah telah menguduskan semua aspek kehidupan dalam sejarah umat manusia. Semua hal dan setiap bidang kehidupan manusia adalah kudus. Karena itu manusia dipanggil oleh Allah dengan anugerah-Nya untuk hidup kudus. Di 1Petr. 115-16, firman Tuhan berkata “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”. Sehingga di dalam Kristus, umat percaya dipanggil untuk mampu menghargai setiap bidang kehidupan, mampu mengelolanya dengan penuh rasa tanggungjawab kepada Tuhan dan sesamanya; serta memperlakukan semua aspek kehidupan ini secara kudus. Dengan demikian, makin menjadi jelas bahwa alasan Allah menjadi manusia bukanlah sekedar untuk suatu kisah petualangan adventure teologis yang romantis dalam sejarah hidup manusia. Allah berkenan menjadi manusia juga bukan karena Dia ingin sekedar solider dengan penderitaan dan permasalahan manusia. Tetapi dalam inkarnasi-Nya melalui Kristus, Allah memberi kepenuhan kasih karunia-Nya kepada umat yang percaya sehingga terciptalah suatu syalom, yaitu damai-sejahtera dan keselamatan yang menyeluruh dalam kehidupan manusia. Allah berkenan menjadi manusia pada hakikatnya bertujuan untuk mengaruniakan keselamatan, yang tidak mungkin mampu dilakukan dengan upaya dan usaha manusia. Sehingga seandainya Allah tidak pernah menjadi manusia dalam inkarnasi Kristus, maka seluruh umat manusia dengan agama dan kepercayaan serta semua prestasi rohaninya tetap berada di bawah hukuman dan murka Allah. Pada kali ini saya akan memaparkan beberapa ayat di Alquran yang menginformasikan tentang berita kelahiran Nabi Isa as. Allah SWT berfirman فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا maka ia mengadakan tabir yang melindunginya dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. QS Maryam 17 Banyak orang dari kalangan Nasrani, Memahami ayat ini sebagai dalil Ketuhanan Yesus dalam Alquran Dalam ayat tersebut disebutkan “maka ia menjelma di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna” Mereka menjadikan ayat tersebut sebagai dalil bahwa Tuhan telah berubah atau menjelma menjadi manusia, sebagaimana Doktrin yang dijejakan kepada mereka selama ini, entah darimana asalnya ko tiba tiba mereka mengambil kesimpulan bahwa itu adalah Tuhan, Pokoknya adaka kata kata “menjelma sebagai manusia yang sempurna” langsung saja tanpa pikir panjang bahwa itu adalah Tuhan yang sedang menjelma menjadi manusia, padahal yang menjelma itu adalah Utusan Allah, yakni malaikat Jibri yang memberikan kabar kepada Siti Maryam bahwa ia akan mendapat seorang anak yang bernama Isa Al Masih Mari kita simak penjelasan diayat lain Dan Ingatlah ketika malaikat Jibril berkata “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah Telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia yang semasa dengan kamu. . Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ QS Ali Imran 42-43. قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَامًا زَكِيًّا Maryam berkata “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. ia Jibril berkata “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”. QS Maryam 18-19 Perhatikan ayat yang diberigaris bawah, “…Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu..” Lihatlah bagaimana pengakuan sosok yang menjelma sebagi manusia yang sempurna itu. Semakin jelas sudah bahwa ia adalah utusan Allah yakni malaikat jibril قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا Maryam berkata “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina!”. QS Maryam 20 Sampai detik ini, orang orang nasrani terkagum kagum dengan proses kelahiran Nabi Isa yang tanpa Hubungan swami istri, meskipun kita katakana pada mereka bahwa Siti Hawa dicipta dari seorang ayah, dengan kata lain, hanya dengan seorang laki laki bisa tercipta seorang Siti hawa, secara Logika proses penciptaan Siti Hawa justru lebih hebat dari Nabi Isa, namun mereka tidak bergeming, mereka tetep bersikukuh bahwa Nabi Isa adalah Tuhan karna lahir dari seorang perawan. Bahkan saat kita katakana bahwa Nabi Adam Tidak Berbapak dan Beribu, kemudian Melkisedek yang juga tidak berbapak dan beribu juga tidak berawal dan tidak berakhir, mereka tetep saja bersikukuh dengan keyakinan mereka dengan dalil “ Nabi Adam Itu di ciptakan sedang Nabi Isa Dilahirkan” Ini sungguh jawaban yang sangat konyol, “diciptakan dan dilahirkan” kedua duanya adalah bukti bahwa ia bukan Tuhan karna Tuhan Tidak diciptakan dan dilahirkan, Jika mau membuka kitab suci mereka lebih dalam, maka akan didapati bahwa Gunung juga dilahirkan tanpa didahului proses hubungan biologis “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.”- Mazmur 902 Jika gunung dicptakan dengan istilah dilahirkan, artinya Yesus juga diciptakan oleh sang Pencipta, Yakni Allah SWT saya tidak bisa membayangkan jika yang dikandung Maria itu adalah Tuhan, masak ia Tuhan juga Netek kepayudarah Maria? Heee Kembali ke QS Maryam 20, Mengetahui ia akan mempunyai seorang anak, iapun bertanya keheranan dengan berkata Maryam berkata “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina!”. Maka Malaikat Jibrilpun menjawab قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا Jibril berkata “Demikianlah”. Tuhanmu berfirman “Hal itu adalah mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan” QS Maryam 21 Tidak ada yang sulit bagi Allah SWT, Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya “Jadilah!” Maka terjadilah ia. QS Yasiin 82 Wallahua’lam JAKARTA – Dalam beberapa profesi tertentu yang dijalani, sebagian manusia boleh dikatakan memiliki karisma dan kewibawaan. Namun seberapa tinggi dan besarnya kewibawaan tersebut, manusia lain yang melihatnya dilarang untuk mengkultuskan apalagi mensejajarkan manusia dengan malaikat. KH Ali Mustafa Yakub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menjelaskan, dalam profesi tertentu seperti guru, Islam memang menganjurkan seorang murid untuk memberikan penghormatan kepada guru-gurunya. Walau demikian, Islam melarang umatnya untuk berlebih-lebihan dalam melakukan penghormatan. Apalagi hingga terjadi taqdis pengkultusan dan mensejajarkan manusia dengan malaikat. Kiai Ali menjelaskan bahwa malaikat memang merupakan makhluk Allah SWT yang mampu menjelma menjadi manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Maryam ayat 17 فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا “Fatakhadzat min dunihim hijaaban fa-arsalna ilaiha ruhana fatamatsala laha basyaran sawiyyan.” Yang artinya, “Maka dia Maryam membuat tabir yang melindunginya dari mereka; lalu Kami Allah mengutus Ruh Kami malaikat Jibril kepadanya, maka dia menjelma di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.” Dalam hadits juga banyak ditemukan keterangan penjelmaan malaikat menjadi manusia. Seperti hadits riwayat Sayyidina Umar bin Khattab yang mengisahkan seorang laki-laki yang mendatangi Nabi Muhammad SAW, menyandarkan lututnya ke lutut beliau, dan meletakkan tangannya di paha beliau, seraya menanyakan hakikat Islam, iman, dan ihsan. Dia juga menanyakan hakikat tanda kehadirannya. Setelah itu dia bergegas meninggalkan beliau. Kemudian, Rasulullah SAW bertanya kepada Sayyidina Umar, “Ya Umar, a-tadri mani-ssa-il?”. Yang artinya, “Wahai Umar, tahukah kamu siapa yang baru saja bertanya?”. Sayyidina Umar pun menjawab, “Allahu wa Rasuluhu a’lamu,”. Yang artinya, “Hanya Allah dan rasul-Nya yang mengetahui,”. Kemudian Nabi bersabda فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ “Fa-innahu Jibrilu atakum yu’allimukum dinakum.” Yang artinya, “Dia Jibril. Ia mendatangi kalian untuk mengajari agama kalian,”. Kiai Ali menjelaskan bahwa yang perlu digarisbawahi dari hadits ini adalah ternyata para sahabat tidak mengetahui perihal lelaki yang mendatangi Nabi Muhammad SAW adalah malaikat Jibril. Mereka baru mengetahuinya setelah Nabi Muhammad SAW memberitahukan hal tersebut. Sehingga untuk kasus-kasus tertentu apabila terdapat manusia di zaman sekarang mengaku dapat melihat jelmaan malaikat dalam sosok tubuh manusia, maka dari mana dia dapat melihatnya? Sebab para sahabat pun tidak dapat melihat penjelmaan malaikat dalam sosok manusia sebagaimana yang dikisahkan dalam hadits tersebut. Dijelaskan pula bahwa memang pada zaman Nabi Muhammad SAW dan zaman nabi-nabi sebelumnya, malaikat sering turun menjumpai manusia. Misalnya Jibril yang secara rutin bertemu para nabi dan rasul untuk menyampaikan wahyu. Bahkan malaikat Jibril juga mendatangi orang-orang mulia yang bukan nabi dan rasul, seperti Maryam putri Imran. Namun sekarang, wahyu sudah terputus karena Nabi Muhammad SAW telah wafat dan tidak ada lagi Nabi sesudahnya. Adapun teks-teks agama, baik Alquran maupun hadits yang menerangkan turunnya malaikat ke bumi bukan untuk menyampaikan wahyu. Seperti saat lailatul qadar, saat mencabut nyawa, saat menghantarkan ketenangan dan rahmat bagi mereka yang ada di majelis dzikir, semuanya tidak menjelaskan malaikat turun dengan menjelma sebagai manusia, apalagi berinteraksi dengan manusia. Sehingga, kata Kiai, harus diyakini bahwa apabila terdapat orang yang mengaku melihat malaikat pada zaman sekarang, sesungguhnya dia adalah pembohong. Dan orang yang mengaku dirinya sebagai malaikat pula, dia juga adalah pembohong. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini